Jumat, 24 Juli 2009

Muda = Idealis Tinggi ?

Ada hubungannya gak ya usia sama idealisme seseorang ? pertanyaan itu terkadang muncul dalam benak penulis. Sebagian orang menyatakan bahwa idealisme seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh usia. Ketika usia kita muda, kita cenderung mempunyai idealisme yang tinggi. Jadi bisa di katakan Muda=tinggi. Penulis bisa mengambil kesimpulan seperti ini terbawa oleh percakapan dengan teman lama di ruang tunggu dokter (saat itu pasien sedang banyak, maka penulis berkesempatan bertukar pikiran dengan seseorang lumayan lama). Orang ini sebut saja A, tetangga dulu. Lebih tepatnya ini orang teman bapak. Karena masih inget betul, orang ini sudah keliahatan muda ketika penulis baru masuk SMP. nah, berarti di atas ku jauh kan. Ok, balik ke Idelisme tinggi. Kita ambil contoh tetangga ku yang bernama A ini. Sekarang, dia adalah seorang guru honorer di sebuah SMK di daerah. A pernah kuliah s1 dan mengambil jurusan Akuntansi. Nah dimanakah idelaisme itu. Setelah kuliahlah cerita tentang idealisme itu terangkat. Dulu A menginginkan kerja sebagai akuntan di perusahaan. Kerja kantoran. Tapi seiring usianya bertambah, dan harapan untuk kerja itu tak kunjung tercapai, maka idealsime bergeser. Alhirnya si A mengambil kuliah laagi akta 4 untuk mengajar. Dan dia menjadi guru SMK sampai sekarang. Nah itulah teman-teman cerita singkat tentang idaelisme. Kali ini kita ambil dari sudut idealisme dalam bekerja. Umur dan keadaan ternyata bisa mempengaruhi idealisme seseorang. Bagaimana dengan anda. Memang, ada pengaruh usia muda dan idealisme, tapi bukan patoka wajib. Seperti halnya semangat. tinggi rendahnya semangat tidak tergantung oleh usia seseorang. Tinggal individu yang bersangkutan, bagaimana kemampuan dia mengelola idealisme yang tumbuh di jiwa. Sekali lagi, idealisme bukan patokan yang tak bisa di rubah. Idealisme bisa berbalik 180 derajat.

Cewek termanis di masanya

Apa yang kamu lakukan ketika bertemu di facebook dengan teman lama mu. Dan teman itu konon salah satu cewek cantik di masa nya dulu. Ah seneng banget. Seolah tenggelam lagi di masa sepuluh tahun yang lalu. Ketika aku masih bertitel ‘coker’. Cowok kera, ya enggak lah. cowok keren gitu. Setiap aku lewat di depan gerombolan cewek, mereka pasti berbisik-bisik. Entah memuji atau mencaci He3...andai aja ada pintu ajaibnya doraemon. Pasti udah aku pinjem. Mau balik ke jaman ke jayaanku dulu (seperti Saat kerajaaan majapahit dipimpin oleh raja Hayam Wuruk). Ketika itu angkutan antar ‘ Camar’ masih menjadi idola saran angkutan yang keren. Macam sedan limo mewah. (ya mau gimana lagi, gak ada alternatif angkutan lain sih).
Balik lagi ke teman lama. Bukan temen sih, tepatnya adik kelas (adek kelas kan adek kelas juga dodol). sebut saja dia cewek manis (CM). Si CM nih salah satu adek kelas yang cukup terkenal pada saat itu. Mungkin wajahnya gak cantik-cantik amat. Tapi udah diatas rata-rata lah. (Di SMP ku dulu klo cewek udah mau nyisir rambutnya, itu bisa di bilang cantik bro. Maklum SMP desa). CM ni Bukan tipe cantik, cenderung ke arah manis (menurutku sih, gak boleh protes). Cukup bisa untuk cowok yang ngliat cm nih bilang ‘Anjiiing...’ Bukan ngatain CM ni kayak anjing. Tapi gini terusannya, Anjii’’iiing,...manis banget nih cewek!’. Seingatku sih CM nih kemana-mana bertiga sama temen2nya cewek. Nah, kata anak2 sih kedua temennya nih cantiknya diatas nya CM. Jadi kemana-mana CM nih selalu bertiga, udah kaya regu Klompencapir aja, Eh enggak, maksudnya setara dengan 3 Charlie Angel. Cantik, cantik, cantik...Mau, mau, mau... (kayak iklan kartu perdana nih). Walaupun kata temen-temen cowok kedua temen CM lebih caantik, tapi gak bagiku. Menurutku kalo cantik itu biasa. Yang manis nih yang enak dilihat. Manis, yang ada tuh es teh manis, mana ada es teh cantik. Oh CM, manis banget sih kamu...
Moment yang paling gak terlupakan tuh pas habis tour OSIS. kebetulan aku dan si CM nih sama2 pengurus OSIS. Habis tour kita kecapean dan duduk2 di depan sekertariat OSIS. Nah, kacaamata item kan identik dengan tour atau tamasya. Dari kacamat item itulah moment indah itu tersaji. CM duduk di depanku. Wajah manis yang lelah termakan perjalanan tour tadi menjadi pemandangan mataku. Dan lebih aman lagi karena mataku tertutup oleh kacaamata hitam yang aku pakai. Bathinku, Subhanallah. Manis banget nih cewek. Aku lahap habis kemanisan wajahnya lewat tatapan mataku. Moment itu aku namakan ‘Tatapan tajam kepada wajah termanis dibalik kacamata hitam di depan sekertariat OSIS’ Ah coba aku bilang suka ke kamu CM. mungkin kamu bisa jadi pacarku CM.
Dan sekarang pertanyaanku yang baru adalah, mungkin gak ya CM bisa jadi pacarku. Mengingat di album foto fesbuk nya ada foto Cowok. Ah...! (sambil menepuk keningnya sendiri) penulis terlihat geram.

Senin, 20 Juli 2009

Tamu (agak)Istimewa

Ada tamu istimewa datang kerumah ku siang ini. Istimewa. Iya sangat istimewa bagiku. Bukan cewek cantik, bukan mantan pacar (klo mantan pacar sih gak istimewa. Malah bisa remuk redam hatiku ni. he3). Bukan juga Mulan Jameela (yang ini tambah gak mungkin nih). Tak lain tak bukan tamu itu adalah sahabat-sahabatku semasa SMA dulu. (baca:teman gila). Mereka bertiga. emang sih cuma bertiga. Tapi percaayalah. Kekuatan tiga personel ini cukup untuk meluluhlantakkan se isi kelas IPS waktu itu. Rekor korban yang pernah mereka timbulkan adalah 30 korban tewas, 45 luka-luka, 8 emas dan 2 perunggu (olimpiade kaleee?). Kekuatan hancurnya hampir sama dengan satu SSK (satuan setingkat Kompi) Banci Stadion. (Kenapa ya, temen kita yang satu ini demen banget maen di Stadion. padahal bukan pemain bola lho). Mereka bertiga adalah aktor terkenal di kelas IPS pad masanya. Gak jago tapi sok jago, gak pinter tapi sok pinter, Gak seberapa ganteng tapi memproklamasikan diri sebagai playboy cap satelit (playboy apa agar-agar sih mereka).
Tampilan mereka masih seperti yang dulu. Salah satu dari mereka tetep dengan tampilan formal parlente. Mirip orang tua. Dia ini dipercaya tidak pernah melewati masa kecil dan muda terlebih dahulu. Lahir langsung tua dan kumisan. Kita sepakat memanggil dia ‘bapak’. Bukan gara-gara kedewsaanya ataupun umurnya yang tua, tapi karena penampilannya yang gak bisa tampil sewajarnya (padahal dia menganggap itu wajar-wajar saja). Jauh dari kesan sangar, kebapakan (wajahnya), orang yang tidak tahu mungkin mengira temen ku ini satu angkatan dengan penyanyi reggae Mbah Surip (uyeah...uyeah...Yo maaan !).
Ah itulah diantaranya cuplikan scene masa lalu geng kami. nama kami Cukup tercemar (bukan terkenal, gak lagi salah ketik. emang bener, tercemar). Ya cukup dikenal dikalangan keluarga masing-masing. Mereka berkumpul kembali, bertukar obrolan. Bertanya kabar temen2 yang telah lama menghilang (sebenarnya sih masih eksis temen2 kita. Cuma kita ajah yang pada kagak tau). Ada temen kita yang culun banget. Dulu ngambil ekstra bola, dan konon temen kita ini adalah lawak penghibur sejati di atas lapangan bola. Bukan karena aksi menggoreng bola, bukan juga karena kago mebobol gawang musuh, tapi karena ketidak pintaraanya (baca:bodoh) dalam bermain bola. Tapi cukup menhibur, layak di tonton (layak ukuran siapa dulu nih?) dan selalu dinanti-nanti penampilannya. Seperti halnya taufik hidayat saat masuk lapangan sepak bola (eh, Taufik hidayat bukannya pemain basket ya?). Tapi bukan itu inti permasalahan, tapi intinya adalah profesi sekarang yang dia tekuni. Profesi yang sebenarnya kami kurang setuju (mungkin dia sendiri juga gak setuju), pekerjaanya sekarang adalah Sipir Penjara. Hah...anak se culun dia jadi Sipir penjara. Gak papa lah, Bisa jadi hiburan gratis bagi pesakitan-pesakitan di hotel prodeo tempat dia bekerja, he3.

Sapaan (sekilas) Masa Lalu

Masa lalu sejenak terlintas dalam kehisupanku. Sejenak, hanya sejenak (emang harus sejenak) setelah di inbok hape ku tertulis dua pesan singkat dari mantanku.
‘’Doain aku ya’’ Isi pesan pertama
tak lama berselang, layar hape kembali berkedip-kedip. Satu pesan di terima.
‘’Maafin aku kalau ada salah’’. Masih dari dia.
O,..ternyata masalah dia dengan pacarnya belum selesai. Konon dia barusan putus sama pacarnya yang katanya udah mapan banget (siap merit lah pokoknya, di tambah lagi penghasilan tetap). Nah,...tempo hari do’i nelpon aku. Intinya minta doa dan minta maaf ke aku. Dia mempunyai pikiran kalau penyebab dari munculnya masalah itu adalah hukum karma. Hukum karma yang muncul akibat perbuatan dia memutuskan aku. Yah,...sebenarnya sudah lupa akan kejadian yang menyakitkan itu. Tapi seakan diingatkan kembali. Tapi it’s Ok,...itu dulu. Rasa itu telah mati dengan selamat, he3.
Tapi sempat berharap lebih ketika dia putus dari pacarnya. Muncul pertanyaan. kenapa kalau putus sama pacarnya kok hubungi aku ya. Ahai...ternyata aku salah besar. Dia telefon aku hanya minta doa agar masalah sama pacarnya bisa segera selesai dan dia bisa bersama lagi. (Oh...! suara penonton kecewa). It’s ok. Aku tegaskan disini, dan aku tetap berusaha meyakinkan Rasa itu telah mati, sudah lama, dan aku tak mungkin kembali dengan dia. (gemuruh suara penonton membahana, takjub dengan kebesaran hati penulis,..chie...chie... standing applous).

Sabtu, 18 Juli 2009

Antara MU, Terorist dan Malaysia

‘Sakit hati’, itu mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hati si penulis saat ini. Ibarat cuaca sih lagi mendung. Semua gara-gara Bom nih. MU batal datang ke Indonesia (Kalau batal napa gak wudlu lagi yah?). Sakit hati semakin menjadi-jadi ketika lihat tayangan bola langsung MU lawan Malaysia. Aduh...kok bisa sih. Negara kecil itu, yang sering kali terlibat konvontrasi dengan Indonesia itu dengan sukses menyelenggarakan laga prestisius. Jadi iri. Kenapa harus Malaysia. Masih segar di ingatan kita para TKI sering disia-siakan di negara para datuk tu. Boleh yang laen lah, asal bukan Malaysia (duh segitunya).
Yang ngebom juga guowblok nih (sumpah, jengkel aku). Ngapain juga pake acara bom2an segala. Kan enak bareng-bareng nonton MU. Ah...gak ada televisi paling ya rumahmu. Kan enak bisa lihat Owen dkkkkkk..(kk nya banyak, kan kesebelasan) bermain bola. Apa gak bangga lihat Maman Abdurrachman adu bodi dengan wyne Roney? apa nggak bangga Bambang Pamungkas berhasil ceplosin gol ke gawang Van der sar. Ah, gak pinter banget tuh si Bomber. Yang jelas, pada pertandingan ini, si tukan bom inilah yang menang. Dia menang, berhasil bikin jengkel orang se kampung (se kampung Indonesia maksudnya).
Tersiar kabar (cieh bahasanya) kalau pihak MU memberikan opsi kepada Timnas Indonesia untuk tetap melakukan tanding uji coba, tapi tetap di Malaysia. Nah terdengar kabar lagi, kalau Nurdin halid menolak tawaran itu. Nah lho...ngapain juga sih Nurdin Halid pake acara nolak-nolak kesempatan emas ini. Bikin jengkel ajah. Emang nih... PSSI di bawah Nurdin Halid gak pernah bener. (Eh, nulis kayak gini di penjara gak yah?)

MU Batal Tampil

‘Kenapa ini harus terjadi?’. Kata-kata itu muncul seiring meledaknya Bom di Jakarta kemarin. Betapa tidak, Tim sepakbola dunia Manchester United (MU) yang rencananya akan bertanding dengan kesebelasan Indonesia Allstar gagal tampil. Pihak MU menyatakan, kemanan yang kurang kondusif pasca meledaknya Bom di Jakarta adalah faktor utama mengapa pihaknya urung ke Jakarta.Tanpa mengurangi rasa bela sungkawa terhadap korban yang berjatuhan, tentunya kejadian ini pukulan telak bagi pecinta bola Indonesia. Tim yang digadang-gadang jauh hari akan datang ternyata gagal tampil gara-gara Bom. Yang paling menyedihkan dan manyakitkan hati adalah, kejadian ini H-2 kedatangan MU di Indonesia.

Tentunya kesalahan bukan di pihak MU jika laga prestisius ini gagal di selenggarakan. Lagian siapa juga yang mau maen bola di tengah ancaman bom kayak gini. Emang kurang ajar tuh yang ngebom. Mbok ya nunggu MU datang dulu, baru ancurin tuh hotel (Lho???,..he3.bercanda kalee...). Kan sayang banget Firman Utina dkk gagal uji coba lawan setan merah asal kota Menchester ini.

Dengan kejadian ini sama ajah tim sepakbola kita jalan di tempat dung. Giliran tim guedhe (baca:raksasa) mau uji coba sama timnas, eh...batal. Kapan bisa maju timnas ni. Masak lawannya cuman tim2 selevel asia tenggara ajah. Makanya pak polisi (atau siapa aja yang bertugas jaga kemanan) jagain yang bener dung. Boleh dung kita2 protes sama sampean2. Sampean2 kan dibayar buat jaga kemanan Indonesia. Nah,...kalo udah meleduk (kayak kompor nya Benyamin) gini siapa yang rugi. Oh MU...MU...lain kali gak usah kesini deh. biar Inggris ajah yang undang Arema (emang mungkin?ya gak tau...ngasal aja).

Jumat, 17 Juli 2009

“Bagus dan Uang Bulanan”

(pernah dimuat diradar Madiun, di rubrik Xmud)
“Telur, tempe, sama sayur. Semua berapa bu?”. Tanya Bagus sambil membuka dompet.
“Tujuh ribu lima ratus mas …”. Jawab ibu penjaga warung, ramah. Bagus mengambil satu lembar sepuluh ribuan dari dalam dompet. Tersisa dua lembar sepuluhan ribu dan selembar lima ribuan. Udin masih mematung di depan pintu warung sambil menunggu uang kembalian dari ibu penjual. Terdiam sambil pikiranya melayang. Melayang mencari cara agar dengan sisa uang yang ada didompetnya dia bisa bertahan sampai akhir bulan. Sampai datang kiriman lagi dari bapaknya. Waktu seakan lambat berjalan. Seolah-olah menguji dirinya hidup dengan uang yang terbatas. Ya harus bagaimana lagi. Sebagai anak kost yang jauh dari rumah, tak heran kalau Bagus hanya bisa mengandalkan uang kiriman dari bapaknya dari kampung.
***
Bagus mengurung diri dalam kamar kostnya yang sempit. Kamar kost yang sempit itu pun dia sewa berdua dengan temannya, agar uang sewa bulanan bisa lebih ringan. Bagus hanya bisa mencari kost yang sempit dan jauh dari kata nyaman. Disesuaikan dengan uang bulanan dari bapak Bagus dari kampung. Bapak Bagus adalah seorang petani. Bukan petani besar. Tetapi bapak Bagus mempunyai keinginan besar untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Agar kelak tak menjadi petani kecil macam dia. Bapaknya menginginkan Bagus menjadi orang yang berhasil. Paling tidak bisa membantu sekolah untuk adik-adiknya yang masih kecil. Orang tuanya menaruh harapan yang besar di pundak Bagus.
Seakan Bagus tidak merasa dibebani harapan yang lebih oleh orang tuanya, Bagus mengumpat dalam hati. Kenapa dia dilahirkan miskin seperti ini. Kenapa dia tidak dilahirkan sebagai anak dari orang kaya serba berkecukupan. Kenapa dia tidak mempunyai orang tua yang sanggup memberi uang bulanan yang lebih. Bagus kini menjadi orang yang tak bisa bersyukur. Dia lupa kalau teman-temanya yang ada di desa banyak yang hanya tamat SMP saja. Dia lupa kalau teman-temanya dikampung setiap hari hanya bergelut dengan lumpur sawah, atau dengan hewan ternaknya. Tak seperti dirinya sebagai mahasiswa, yang tiap hari hanya duduk manis mendengarkan dosen memberi kuliah. Bagus lupa bersyukur.
***
Bagus membuka dompetnya. Hanya tersisa dua lembar lima ribuan. Bagus menghela napas panjang. Dia mengurungkan niatnya untuk sekedar isi pulsa handphone bututnya. “Mending buat makan dulu aja deh.”. Kata Bagus dalam hati. Sambil tersenyum kecut. Seminggu lagi ada ujian tengah semester. Bagus harus membayar uang patungan tugas kelompok. Belum lagi potocopy matakuliah-matakuliah yang tak sempat dicatat karena kemalasannya. Bagus sekali lagi melihat dompetnya. Tak terhitung sudah berapa kali Bagus melihat isi dompetnya. Hanya tersisa dua lembar uang lima ribuan. Tetap dua lembar lima ribuan. Bagus memutar otak. Mau tak mau Bagus harus pulang ke rumahnya di kampung. Awal bulan masih lumayan lama. Bagus harus pulang untuk meminta uang lagi untuk keperluan ujian tengah semester di kampusnya. Dia akan meminta agak lebih. Selain untuk keperluan Ujian, sudah lama juga Udin tidak menonton film di bioskop bersama-sama teman kelasnya. Untuk biaya transport pulang, Bagus meminjam uang dari teman kostnya. Bagus berjanji segera mengembalikan uang yang dia pinjam, sepulang dia dari rumah.
“Tenang bos…kalau udah balik pasti aku balikin kok uangmu”. Kata Bagus meyakinkan temannya, sambil menempelkan selembar uang lima puluh ribuan hasil pinjaman dari temannya itu di keningnya. “Lumayan..!” katanya dalam hati.
***
Bagus berpangku tangan sambil melemparkan pandangan ke arah luar jendela bus. Sementara otaknya berpikir menyiapkan kata-kata yang pas untuk bapaknya. Kata-kata yang nantinya bisa membuat Bagus mendapat uang bulanan tambahan dari bapaknya. Disamping itu Bagus sudah cukup rindu untuk pulang kampung. Rindu kepada teman-teman sepermainannya. Rindu suasana kampung yang jauh berbeda dengan susana kota tempat sekarang Bagus kuliah. Bagus sudah menyiapkan cerita-cerita untuk teman-temanya bagaimana kehidupanya di kota besar. Dia tak sabar melihat reaksi teman-teman kampung mendengar ceritanya. Dia tak sabar mendengar decak kagum teman-temannya setelah mendengar cerita hebatnya nanti. Tak terasa laju bus telah membawa tubuh Bagus hampir sampai ke tempat tujuan. Rumahnya. Sengaja Bagus tak memberitahukan kepulangannya kepada bapaknya ataupun ibunya. Soalnya dia pulang juga tidak dalam waktu yang lama. Dia hanya ingin meminta uang tambahan dan segera kembali ke kota. Karena ujian tengah semester sudah menunggu.
***
“Kiri mas…”. Bagus memberi aba-aba berhenti kepada kernet yang telah berdiri di samping pintu bus.
“Sini mas ?”.
“Iya mas, pas pertigaan ya..”. Jawab Bagus.
“makasih mas..”. Kata Bagus sembari melompat turun dari bus yang ditumpanginya. Bagus sejenak melihat sekeliling. Pertigaan tampak sepi. Bagus menebak dalam hati. Biasanya ada yang punya hajat kalau suasana sepi seperti ini. Bagus pun segera beranjak dari tempat dia berdiri. Ringan sekali Bagus mengayunkan langkahnya kali ini. Tak seberat langkahnya ketika harus berjalan ke kampus untuk kuliah pagi. Beberapa saat lagi dia akan sampai di rumahnya. Hanya beberapa ratus meter dari pertigaan dari tempatya turun dari bus. Rumahnya telah terlihat. Tampak ramai dengan berbagai aktifitas didalam rumahnya. Orang keluar masuk rumahnya dan tampak panik. Berbagai sangat penasaran. Di depan rumah agak kesamping, terpasang bendera putih berkibar diterpa semilir angin sore. Telah banyak orang berkerumun di rumahnya. Bagus mempercepat langkahnya. Dia menyibak kerumunan warga yang berkumpul di pintu rumahnya. Dia menemukan Ibu dan adik-adiknya sesenggukan menangis di dalam rumah.
“Ada apa bu?”. Tanya Bagus setengah teriak. Penasaran
“Bapakmu nak…”.
“Bapak kenapa bu…??”. Wajah Bagus memucat. Peluh pun mengalir.
Ibunya terdiam sejenak. Bagus mengedarkan pandangan ke penjuru rumah. Bagus menemukan Jenazah bapaknya telah terbujur kaku tergolek di ranjang bambu di sudut rumah.
“Bapakmu meninggal Gus. Bapakmu terkena serangan jantung saat bekerja di sawah tadi ”.
“Dia bekerja terlalu keras. Padahal ibu sudah melarang bapakmu Gus..”. Jawab ibu Bagus terbata-bata.
Bagus teringat bapaknya mengidap panyakit jantung. Bapaknya tidak mau berobat, apalagi operasi. Dia memilih uangnya lebih baik ditabung buat biaya Bagus masuk kuliah nanti.
Bagus tertunduk. Dia tidak dapat lagi melihat sosok bapaknya. Dia terlambat untuk bangga kepada bapaknya. Bapaknya yang banting tulang untuk keperluan keluarga dan terutama untuk biaya kuliahnya. Bagus sudah tak memikirkan lagi uang bulannanya. Uang bulanan yang kurang, sehingga terpaksa membuat dia ada di rumah seperti sekarang ini. Dia hanya ingat bapaknya. Bapaknya yang telah terbujur kaku. Bapaknya yang sangat bangga ketika melihat anaknya berhasil kelak. Bukan anak yang selalu mengeluh uang bulanan yang kurang. Bagus hanya bisa menangis.
****